Desain Grafis, menurut definisi dari Wikipedia adalah suatu bentuk komunikasi visual yang menggunakan gambar untuk menyampaikan informasi atau pesan seefektif mungkin. Dalam desain grafis, teks juga dianggap gambar karena merupakan hasil abstraksi simbol-simbol yang bisa dibunyikan. Desain grafis diterapkan dalam desain komunikasi dan fine art. Seperti jenis desain lainnya, desain grafis dapat merujuk kepada proses pembuatan, metoda merancang, produk yang dihasilkan (rancangan), atau pun disiplin ilmu yang digunakan (desain).
Seni desain grafis mencakup kemampuan kognitif dan keterampilan visual, termasuk di dalamnya tipografi, ilustrasi, fotografi, pengolahan gambar, dan tata letak (http://id.wikipedia.org/wiki/Desain_grafis).
Kemampuan kognitif dan ketrampilan visual adalah 2 pilar penting di dalam desain grafis. Paduan Kemampuan kognitif dan ketrampilan visual ini berarti kita harus mampu mengolah data dan informasi produk yang dikomunikasikan (brief klien) agar sesuai dengan karakter konsumen, pesan dapat diterima dan dipahami secara visual maupun verbal (image atau copy/naskah), menarik dan mudah dibaca, dan lain-lain.
Kemampuan kognitif
Kalau pakai bahasa sederhananya kognitif adalah berfikir, logika, nalar, dan sejenisnya. Jadi kalau dikatakan seorang desainer grafis harus memiliki kemampuan kognitif berarti adalah desainer grafis harus memiliki banyak wawasan yang luas + kreatifitas. Wawasan tidak cuma berkaitan dengan desain tapi juga banyak hal seperti budaya, teknologi, dan gaya hidup di masyarakat. Seperti perkembangan teknologi digital sangat mempengaruhi teknik desain grafis.
Kreatifitas tanpa wawasan seperti ngelamun di kamar mandi mencari inspirasi tanpa pernah membaca informasi dan perkembangan yang terjadi di luar rumah (Hehehe,…. Ini sih bukan desainer grafis tapi dasar tukang ngelamun mending jadi illusionist aja maksudnya tukang cari ilusi/ngemalun).
Ketrampilan visual
Dengan kemampuan visual, si desainer grafis harus tahu bagaimana mengkomunikasikan pesan produk dengan tepat secara visual yaitu karakter lay out, bentuk, warna dan tipografi (baca artikel tone and manner), mengexplorasi bentuk visual baik 2D maupun 3D (bentuk nyata) menjadi suatu kesatuan desain yang menarik dan tepat sesuai dengan pesan komunikasi produk dan juga mengetahui implementasi materi/bahan desain seperti penggunaan jenis kertas, teknik cetak, ukuran, efektifitas bahan, dan sebagainya.
Oleh karena itu, kolaborasi antara kemampuan kognitif dan ketrampilan visual sangat menentukan keberhasilan suatu desain.
Makanya bila anda mendengar langsung seseorang bicara bahwa desain grafis itu gampang, cuma ceplok sana, ceplok sini, jadi! Kalau mendengar omongan yang beginian jangan marah ya, simpan di hati aja.
Nah, selain 2 dasar di atas seorang desainer grafis juga harus menguasai software/tools desain yaitu
1.Destop Publishing /media cetak:
- Adobe photoshop,
- Adobe Illustrator/Macromedia Freehand/Corel Draw
- Adobe In Design
Dan beberapa software pendukung bila dibutuhkan yaitu:
2.Webdesign:
- Macromedia Dreamweaver
- Microsoft Frontpage
3.Audiovisual:
- Adobe After Effect
- Adobe Premier
- Final Cut
- Adobe Flash, atau sebelumnya Macromedia Flash
4.3 Dimensi/Animasi:
- 3D StudioMax
- Maya
- AutoCad
DASAR-DASAR DESIGN GRAPHIC
asar-dasar Desain Grafis 2 ini sebagai lanjutan dari Dasar-Dasar Desain Grafis (1) mengenai dua kemampuan utama yang harus dimiliki seorang desainer grafis yaitu kemampuan kognitif dan ketrampilan visual. Dua kemampuan utama ini merupakan kemampuan yang wajib dimiliki seorang desainer grafis.
Pada artikel ini saya coba bahas lebih dalam bentuk implementasi ke dua kemampuan di atas.
Kemampuan Kognitif
Pada kemampuan kognitif seorang desainer grafis dituntut untuk memiliki kemampuan analisa dan intuitif terhadap 3 hal yaitu:
1. Tujuan desain
2. Target market
3. Tone and manner
Tujuan desain
Setiap materi desain grafis memiliki tujuan masing-masing. Desain sebuah brosur dan desain buku tahunan tentu memiliki tujuan yang berbeda. Tujuan desain kalender berbeda dengan desain kartu undangan. Tujuan desain logo berbeda dengan desain company profile. Dan seterusnya.
Misalnya kita mendapat order mendesain kalender. Tujuan desain kalender ini selain sebagai kalender tahunan juga digunakan sebagai media promosi sebuah produk/jasa. Dengan mengetahui tujuannya tentu elemen desain seperti visual, typografi dan tata letak (lay out) didesain tidak cuma bagus tapi juga diarahkan agar dapat menarik minat orang untuk memperhatikan kalender tersebut dengan kata lain kalender yang menjual.
Target market
Anda pernah melihat desain packaging jamu tradisional seperti jamu tradisional nyonya Meneer? Bila pernah, apa kesan anda melihat desainnya? Apakah berkesan modern atau tradisional? Menurut anda siapa target market/konsumennya? Apakah kelas atas (A), atau kelas Menengah (B) atau kelas bawah (C dan D). Dan pertanyaan - pertanyaan lainnya yang berkaitan dengan sasaran konsumen produk tersebut.
Melalui analisa terhadap desain packaging jamu tradisional Nyonya Meneer anda tentu bisa mempelajari bahwa target market/konsumen dapat mempengaruhi karakter sebuah desain.
Tone and Manner
Supaya tidak berpanjang lebar anda bisa membaca kembali artikel tentang Tone and Manner.
Baik, selanjutnya kita membahas tentang Ketrampilan Visual.
Ketrampilan Visual
Visual adalah segala sesuatu yang tampak dimata atau dapat dilihat oleh mata dan dapat dirasakan. Seperti gambar 2D atau 3D, warna, image berupa photography atau ilustrasi, huruf-huruf/typografi dengan berbagai model, dan benda-benda sekitar yang dapat digunakan sebagai bagian dari elemen desain.
Pengertian “dapat dirasakan” adalah bukan dirasakan oleh lidah seperti manis dan pahit atau dirasakan oleh kulit seperti panas dan dingin tetapi dapat dirasakan dalam pengertian kesan. Kesan yang anda rasakan ketika membeli sebuah t shirt bergambar grafis entah dalam bentuk typografi atau ilustrasi misalnya. Setiap orang, wanita atau pria, tua atau muda tentu memiliki kesan berbeda bila disuruh memilih sebuah t shirt. Bila anda wanita dewasa tentu berbeda pilihannya dengan wanita remaja apalagi bila dibandingkan dengan laki-laki remaja perbedaanya akan sangat jelas.
Disinilah ketrampilan visual sangat dibutuhkan sehingga ketika kita mendesain kita dapat memainkan visual sesuai dengan karakter produk dan sasaran konsumen yang dituju.
Misal, Jenis huruf/typografi sebuah kata “Feminin” tentu berbeda dengan kata “Macho” atau kata “Dingin” berbeda dengan kata “Panas”. Ini merupakan ketrampilan visual secara typografi. Belum lagi ketrampilan visual secara ilustrasi atau grafis, kita harus dapat menggunakan ilustrasi/grafis yang cocok untuk setiap desain bila membutuhkan ilustrasi/grafis. Ketrampilan visual lainnya seperti warna. Kita harus mampu menggunakan warna yang cocok pada setiap desain yang dibuat. Baca kembali artikel Makna warna.
Baik, saya kira sampai disini dulu dasar-dasar desain grafis (2) Semoga bermanfaat. Seperti biasa bila ada pendapat atau komentar silahkan…
Kunci sukses desainer grafis yang terlupakan
Desainer grafis dituntut untuk menghasilkan karya terbaik. Ketika bekerja sendiri ataupun bekerja pada orang lain. Sebagai desainer grafis tentu karya terbaik tetap menjadi prioritas, menjadi tujuan. Mencari ide hingga setinggi langit dan sedalam lautan, lalu mengeksekusi ide dengan menggunakan berbagai teknik fotografi, ilustrasi, komposisi, tipografi dengan semua keahlian desain kita. Namun, apakah cukup sampai disini?
Jawabannya, tidak!
Meski kita seorang desainer grafis yang hebat dengan ide brilian dan eksekusi visual yang sangat bagus. Namun ada satu hal yang kadang terlupakan dan tetap harus dijaga yaitu sikap atau istilah yang populer yaitu attitude.
Attitide atau sikap berpengaruh sangat besar terhadap kesuksesan karir atau bisnis kita. Apapun status kita, bekerja pada orang lain ataupun bekerja sendiri, attitude tetap harus dijaga.
Menunjukkan Attitude yang tidak baik seperti tidak mau kerjasama, tidak mau di kritik, tidak mau dialog, merasa paling hebat, dengan cara yang tidak menyenangkan adalah attitude yang pada umumnya orang tidak suka. Saya sendiri memaklumi siapa sih yang mau dikritik, siapa sih yang tidak ingin dirinya diakui hebat, dan kalau sudah soal ide dan kreatifitas kadang kita inginnya semua adalah hasil karya kita. Sebenarnya ini menurut saya manusiawi. Hal-hal seperti ini lebih baik cukup ada disimpan di hati.
Ketika kita sedang bekerja pada orang lain atau sedang kerjasama bisnis tentu bila hal-hal negatif diungkap secara sengaja maupun tidak sengaja secara terbuka, tentu siapapun tidak akan menerimanya, ya kan? Karena kita masih memiliki atau masih berada di lingkungan budaya timur yang masih saling menjaga perasaan dan teposeliro. Salah sikap sedikit, bisa berantakan semua urusan.
Jadi kesimpulannya, pengetahuan dan skill saja tidak cukup untuk mendukung kesuksesan kita sebagai desainer grafis. Attitude yang baik juga harus kita jaga.
FILOSOFI WARNA
Dalam konsep desain, setiap warna memiliki simbol dan makna yang berbeda. Warna dapat menciptakan suasana hati dan dorongan semangat. Bahkan warna dapat mewakili visi dan cita-cita serta semangat kebangsaan sebuah bangsa seperti bendera. Oleh karena itu hampir semua desain memiliki warna. Bahkan hitam putih yang dikatakan dalam teori warna adalah bukan warna dalam hal ini adalah sebagai warna yang dapat memiliki makna simbolis.
Berikut adalah sebagian dari contoh makna warna dalam desain:
Merah : Power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresi, bahaya.
Kuning : Optimis, Harapan.
Biru : Kepercayaan, Konservatif, Keamanan, Tehnologi, Kebersihan, Keteraturan.
Hijau : Alami, Sehat, Keberuntungan, Pembaharuan.
Oranye : Energy, Keseimbangan, Kehangatan.
Ungu/Jingga : Spiritual, Misteri, Kebangsawanan, Transformasi, Keangkuhan.
Coklat : Tanah/Bumi, Kepercayaan, Kesenangan, Daya Tahan.
Abu Abu : Intelek, Masa Depan (Milenium), Kesederhanaan, Kesedihan.
Hitam : Kekuatan, Seksualitas, Kecanggihan, Kematian, Misteri, Ketakutan, Kesedihan, Keanggunan.
NIRMANA
Nirmana sebuah istilah yang tidak semua orang mengenalnya. Mungkin hanya orang-orang yang berkecimpung di dunia seni rupa saja yang tahu apa itu Nirmana. Apalagi Nirmana merupakan salah satu mata kuliah wajib di fakultas seni rupa.
Kenapa Nirmana menjadi pelajaran wajib dan sangat penting bagi calon-calon seniman atau desainer di bangku kuliah?
Saya sebenarnya tidak mau menyinggung soal perkuliahan atau mahasiswa, tapi mau tidak mau membahas soal Nirmana berarti juga menyinggung Nirmana sebagai salah satu bagian dari proses pendidikan bagi para calon seniman dan desainer di fakultas seni rupa. Karena saya tidak ingin adanya jarak antara yang otodidak dengan kuliah. Oleh karena itu, saya mohon maaf buat teman-teman yang otodidak karena buat saya semua sama, tinggal yang bersangkutan, mau belajar atau tidak?
Nirmana memiliki arti yang cukup aneh. Coba perhatikan nih, NIR artinya Tanpa, MANA artinya Makna. Jadi NIRMANA artinya adalah TANPA MAKNA. Nah, lo! Ngapain belajar Nirmana kalau artinya saja tanpa makna, apa ga buang-buang waktu tuh!? Tapi, justru disini uniknya belajar seni rupa. Yang tidak bermakna saja dipelajarin, dasar orang seni tuh rada-rada….
Tujuan belajar “Tanpa Makna” alias Nirmana sangat, sangat menentukan keberhasilan karya seorang seniman atau desainer kelak. Karena tujuan dari belajar Nirmana adalah melatih ketrampilan dan kepekaan estetik. Sekali lagi melatih ketrampilan dan kepekaan estetik! Saya garis bawahi ya! Ketrampilan dan kepekaan estetik. Tanpa dua unsur ini tidak mungkin seorang seniman atau desainer dapat sukses berkarya. Lha, ketrampilan dan estetiknya tidak ada atau kurang, gimana karyanya bisa dinikmati?
Secara aplikasi tujuan Nirmana adalah tata rupa / tata visual. Artinya penataan unsur-unsur yang terdapat dalam visual yaitu garis, warna, bidang dan bentuk. Penataan ini menghasilkan karya baru yang jauh berbeda dari unsur-unsur dasar tadi. Seperti adanya komposisi dalam keseimbangan, harmonisasi, penekanan/aksen, pengulangan dan proporsi. Kalau sudah begini, berarti sudah terjadi proses inovatif dan kreatifitas dalam komposisi atau tata letak.
Nirmana terdiri dari dua yaitu Nirmana 2D (2 dimensi) dan Nirmana 3D (3 dimensi). Proses inovasi dan kreatifitas dua jenis Nirmana ini tidak berbeda. Hanya materi/bahannya yang berbeda. Kalau 2D menggunakan materi yang datar seperti garis warna, bidang dan bentuk (bentuk maya) dan tekstur (tekstur maya). Sednagkan 3D menggunakan bahan-bahan yang memang benda nyata, seperti kaca, kayu, sterofoam, kardus, dan sebagainya. Makanya proses belajar Nirmana sebenarnya sangat mengasyikan, karena karya yang kita buat adalah tanpa batas, semuanya berujung untuk melatih ketrampilan dan kepekaan estetik.
Semua bahan-bahan 2D maupun 3D ditata sedemikian rupa sehingga menghasilkan karya Nirmana yang memiliki nilai estetika yang didasarkan atas adanya kesimbangan dan harmonisasi.
Bagaimana sih cara belajar Nirmana?
Cara belajar Nirmana, saya kira cukup mudah dan santai, malah asyik kok. Tapi, btw, cukup panjang juga nih membahas soal Nirmana, kalau terlalu panjang nanti bacanya malah bosan. Gimana ya, karena sebenarnya masih ada bagian yang belum tuntas dan harus dijelaskan, seperti komposisi dalam keseimbangan, harmonisasi, penekanan/aksen, pengulangan dan proporsi, bagian ini kan harus lebih detil dan ada contoh pula supaya jelas.
Nirmana lagi! Yup, kita back ke Nirmana lagi ya. Artikel Nirmana kali ini adalah sebagai lanjutan dari artikel Nirmana 1. Pada akhir paragraph artikel Nirmana pertama kalau ga salah yaitu sebuah pertanyaan, bagaimana sih cara belajar Nirmana? Betul kan?
Baiklah, saya akan coba menjelaskan ya….
Anda tentu masih ingat tujuan dari belajar Nirmana pada artikel sebelumnya? Ya,betul, untuk melatih ketrampilan teknis dan kepekaan estetik. Bohong, kalau seorang desainer grafis ga punya ketrampilan teknis dan kepekaan estetik. It’s bullshit! Mana ada ngaku-ngaku desainer apapun bidangnya, mau desain grafis, desain interior, desain otomotif, desain rumah, desain tekstil, dan desain-desain lainnya tapi tidak mempunyai ketrampilan teknis dan kepekaan estetik. Jangan percaya 1000%...!!!
Kalau jaman belum digital seperti sekarang ini, ketrampilan teknis yang dilatih pada Nirmana adalah bagaimana menggunakan kuas, cat air, cat poster, pena, air brush, pen brush, dan alat melukis/menggambar lainnya. Tapi sejak era digital semakin mudah dan memasyarakat, maka penggunaan alat –alat tersebut semakin berkurang, malah cenderung banyak yang sudah meninggalkannya kecuali bagi para desainer/ilustrator yang kemampuan menggambarnya sangat khas sehingga tidak bisa digantikan oleh komputer. Dan memang hasil goresan tangan tetap tidak bisa tergantikan oleh alat apapun termasuk komputer.
Nah, maksud saya ketrampilan teknis di era digital ini tentu saja adalah bagaimana memanfaatkan komputer digital semaksimal mungkin dengan menguasai software desain seperti photoshop, illustrator, freehand, corel draw, adobe in design, etc… Ini adalah ketrampilan teknis yang utama saat ini bagi para calon desainer grafis profesional. Ini adalah kemampuan mutlak, tidak bisa ditawar-tawar lagi! Titik!
Otomatis kalau sudah mampu menggunakan software desain, kita akan leluasa mendesain apapun. Biarpun baru tahap belajar dari nol. Minimal dengan menggunakan software desain, kemampuan kita dalam hal teknis akan semakin terasah. Percaya sama saya!
Ga usah jauh-jauh, dengan cara ATM (Ambil, Tiru dan Modifikasi) dari desain-deain yang sudah ada lalu kita coba “redesain” (desain kembali) dan kembangkan, saya yakin, pelan tapu pasti ketrampilan dan kepekaan estetik anda akan semakin meningkat. Tapi, tentunya cara ATM ini hanya berlaku untuk taraf belajar saja ya. Dan dengan catatan, harus selektif memilih contoh desain yang ingin kita pelajari. Kalau ga, hehehe, bukannya bener malah amburadul… (berarti bagi yang bener2 nol perlu belajar yang dasar-dasar dulu ya? Makanya ikutan Kursus desain grafis online DGA, semua teknik dasar sampai yang profesional bisa dipelajari.. hehe promosi dikit..).
Lain lagi dengan melatih kepekaan estetik, untuk yang satu ini perlu perjuangan panjang, alias ga ada matinya. Coba bayangin kita harus belajar dari dasar dulu seperti pada contoh-contoh pola dasar tata letak Nirmana seperti di bawah ini ya… :
Nah, itulah contoh tata letak dasar Nirmana. Bila kita serius menekuni proses belajar Nirmana ini, baik ketrampilan teknis maupun kepekaan estetik, ya cuma ketrampilan teknis dan kepekaan estetik
PENTINGNYA TASTE DALAM DESIGN GRAFIS
Desain grafis bukanlah seni lukis yang seenak senimannya tanpa memikirkan apakah karyanya diterima oleh orang atau tidak. Karya desain grafis harus bisa diterima oleh orang lain yaitu konsumen. Salah satu unsur penting yang mempengaruhi hal tersebut adalah taste / selera desain.
Apa itu taste?
Setiap orang mempunyai taste yang berbeda. Banyak hal yang dapat membentuk taste sesorang diantaranya adalah pergaulan dan lingkungan sosial. Orang yang dibesarkan di lingkungan sosial kelas A , taste desainnya berbeda dengan yang dibesarkan di lingkungan kelas C. Pada pergaulan pun begitu.
Secara sederhana kita bisa lihat dari gaya desain pertokoan atau mall yang terdapat di 2 lingkungan tersebut. Kita bisa merasakan taste yang berbeda bila dalam satu hari kita memasuki ke dua tempat tersebut.
Atau kita memasuki 2 komunitas sosial yang berbeda, satu komunitas dari status sosial kelas A, yang lainnya dari kelas C.
Coba anda buktikan sendiri.
Kita bukan bicara soal desain pertokoan atau mall atau bagaimana bergaul tapi kita bicara soal desain grafis. Apa hubungannya?
Hubungannya sangat erat. Pada setiap pertokoan atau mall pasti terdapat elemen-elemen desain grafis seperti banner, logo, poster, warna, tipografi, ya kan? Nah, dari elemen-elemen tersebut, kita dapat melihar dan merasakan perbedaan taste desain pada kedua tempat yang berbeda lingkungan sosialnya. Pada pergaulan juga begitu, taste desain orang-orangnya tentu berbeda.
Andai saya yang dibesarkan di lingkungan status sosial kelas C, taste yang terbentuk pada diri saya adalah C. Untuk merubah taste yang terbentuk sejak kecil tidak mudah buat saya. Butuh proses dan waktu. Saya harus membiasakan diri memasuki lingkungan dengan status sosial yang lebih tinggi. Melihat dan merasakan bagaimana taste desain pada lingkungan status sosial A. Cara lain, melihat majalah, brosur, logo, buku dan materi desain grafis lainnya dengan taste desain kelas. A.
Sebagai contoh, jika suatu saat saya mendapat order desain grafis, dengan target market kelas A, tentu saya bisa fleksibel mengerjakannya yang sesuai dengan target marketnya atau dengan istilah lain sesuai dengan “Tone and Manner”. Tiba-tiba saya mendapat order desain lagi, bikin brosur untuk target market kelas C bahkan D, wah, ini lagi, taste saya dari kecil masih berasa, ga bakal hilang.
Akhirnya, desain model apapun, dari bergaya elegan sampai bergaya norak dan kampungan saya bisa mengerjakannya. Kalau sudah bisa begini, semakin mantaaap man…!
Desain brosur
Desain brosur dalam promosi memiliki pengaruh yang sangat penting. Apalagi brosur merupakan salah satu alat/media promosi yang cukup ampuh untuk mensosialisasikan/mempromosikan kelebihan sebuah produk.
Kita dapat menjelaskan secara detil keunggulan produk, spesifikasi produk bahkan proses produksi sebuah produk. Selain itu, kelebihan brosur dapat dipegang, dibawa dan dibaca secara lebih dekat di kantor, di jalan, di kendaraan umun, di rumah termasuk (maaf) sedang buang hajat sekalipun (hehehe,.. ini sih kebiasaan pribadi...). Oleh karena itulah sebuah desain brosur harus memiliki daya tarik bagi konsumen untuk menyentuh, memegang, membaca lalu membawanya.
Desain brosur terdiri dari beberapa panel yaitu:
1. Cover
2. Isi
3. Back Cover
1.Cover
Cover memiliki peran/pengaruh yang sangat kuat atau sebagai daya tarik utama penarik minat orang untuk melihat, memegang, mengambil dan membacanya. Oleh karena itu cover brosur harus betul-betul memiliki kekuatan informasi, komunikasi sekaligus estetika. Informasi dan komunikasi saja belum cukup bila tidak diimbangi dengan estetika yaitu visual yang terdiri dari image (fotografi atau ilustrasi), tata letak, typografi, bentuk dan warna. Sebaliknya estetika yang baik juga tidak akan memiliki pengaruh bila tidak memiliki konten informasi dan penyampaian informasi tersebut dengan copywriting/naskah yang mudah dicerna dan komunikatif sesuai dengan target market. (baca artikel Estetika atau komunikasi)
Daya tarik utama pada cover bisa dipilih apakah dalam bentuk visual atau copy/naskah. Yang pasti keduanya harus saling mendukung. Jangan sampai terjadi visual dan copy berdiri sendiri-sendiri. Relevansi antara visual/copy dengan message/pesan yang ingin disampaikan ke konsumen yang paling utama. Sehingga ketika orang tertarik dan membaca brosur tersebut maka pesan produk dapat sampai ke benak konsumen. (Baca artikel Visual tanpa copy?)
2. Isi
Isi brosur merupakan penjelasan tentang produk/jasa. Meski penjelasannya cukup panjang dan detil tapi sebaiknya naskah dibuat simpel dan tidak bertele-tele. Jangan sampai konsumen dibuat jenuh sehingga belum semua disampaikan sudah bosan duluan. (Baca artikel yang berkaitan ini Membuat naskah iklan yang efektif)
Poin-poin yang sangat penting dibuat bold atau dengan warna yang “eye catching/mencolok”. Flow baca/arah membaca/urutan bacaan juga sangat penting diperhatikan. Misalnya penjelasan/pengantar produk, kemudian alasan kenapa produk harus digunakan/dibeli termasuk benefit/keuntungan yang didapat konsumen bila membeli produk tersebut, testimoni bila ada, call for action/ mengajak konsumen untuk membeli produk.
3. Back cover
Secara umum back cover diisi dengan logo produk/perusahaan, alamat dan nomor telepon. Plus lebih baik lagi bila ada “call for action” tambahan seperti symbol layanan produk/jasa, moto perusahaan, dan sebagainya.
Panel-panel tersebut di atas adalah data konten brosur yang biasa digunakan sebagai syarat utama/standar dalam mengkomunikasikan/mempromosikan produk. Bila ada tambahan yang sifatnya extra seperti sisipan kartu nama, sisipan sampel produk, atau sisipan lainnya yang bertujuan menambah nilai promosi sangat pikir sangat baik sekali.
VISUAL SEBAGAI SIMBOL
Simbol visual sangat dekat di dalam kehidupan sehari-hari kita. Apalagi di kota-kota besar, kita dapat melihat begitu banyak simbol visual yang dipasang, seperti di area pertokoan, billboard, poster, kendaraan umum, bahkan t.shirt yang dipakai. Simbol-simbol visual tersebut memiliki berbagai makna, baik di dalam pergaulan sosial, ekonomi, personal hingga spiritual. Simbol visual tidak hanya terlihat di Negara kita, di seluruh dunia pun kita dapat melihat berbagai simbol visual.
Kenapa visual digunakan sebagai simbol?
Sejak dahulu kala di jaman pra sejarah, memang manusia cenderung menggunakan simbol visual untuk menyampaikan pesannya. Seperti kita ketahui di gua-gua pada jaman “the caveman (manusia gua)” sudah terdapat simbol-simbol visual seperti gambar-gambar manusia dan binatang dalam bentuk goresan yang sederhana dengan warna-warna dari alam seperti warna tanah dan warna merah darah atau warna putih getah pohon.
Dengan semakin berkembangnya budaya dan teknologi, simbol-simbol visual turut berkembang. Setiap bangsa memiliki simbol visual sesuai karakter khas budayanya. Meskipun demikian, simbol-simbol visual universal dimana simbol-simbol tersebut memiliki makna yang sama pada setiap bangsa juga berkembang seiring perkembangan budaya dan teknologi dunia. Ketika teknologi digital dan komunikasi belum seperti saat ini, symbol-simbol seperti handphone, iphone atau internet tentu belum ada, kira-kira seperti ini perkembangannya.
O ya, kenapa visual lebih banyak digunakan sebagai simbol karena visual bisa memiliki persepsi yang sama pada setiap orang jadi lebih mudah untuk dikomunikasikan, selain itu visual bisa memiliki makna yang lebih luas dan dalam. Seperti visual “Love” memiliki bentuk yang sama pada setiap orang di seluruh dunia.
Pada desain grafis, simbol visual bisa dikembangkan dengan berbagai teknik dan gaya sesuai dengan karakter yang ingin di kemunikasikan. Simbol visual yang sama seperti “Love” bisa memiliki berbagai macam model, seperti model klasik berbeda dengan model yang modern. Visual “Love” klasik tentu cenderung memiliki gaya ornamental dibandingkan visual “Love” modern yang lebih simpel.
Simbol visual juga juga memiliki pengaruh yang kuat terhadap gaya hidup dan karakter sesorang. Simbol visual tertentu dapat dianggap mampu menaikkan gengsi dan status sosial atau kepribadian seseorang. Ketika seseorang memakai t.shirt dengan visual“Harimau” tentu perasaannya berbeda ketika memakai t.shirt dengan visual “kelinci”. Karena kedua visual tersebut memiliki makna karakter yang berbeda. Bayangkan bila dua orang lelaki yang macho dan gagah. Tetapi ketika kedua lelaki tersebut memakai t.shirt yang berbeda. Satu memakai t.shirt bergambar logo “Harley Davidson”, yang satu lagi memakai t.shirt bergambar logo “Playboy”. Tentu persepsi terhadap kedua orang lelaki tersebut berbeda.
DESIGN LOGO
Logo adalah sebuah identitas. Bukan hanya sekedar nama tapi juga menyangkut karakter produk. Identitas dan karakter sebuah produk dapat terlihat dari bentuk logonya. Bahkan saat ini logo bisa menjadi sebuah keyakinan, kebanggaan dan simbol kebersamaan.
Lihat bagaimana kelompok “Harley Davidson” dengan bangganya memasang logo Harley Davidson pada setiap atribut yang dibawa ketika mereka “konvoy”. Begitu juga kelompok “fans” Iwan Fals dengan logo “Oi” dan kelompok fans Slank dengan lambang kupu-kupunya.
Berarti logo dapat menjadi sebuah “roh” terhadap sebuah produk.
Bayangkan apa yang terjadi bila sebuah produk yang sangat bermanfaat dan berkualitas bagi masyarakat tapi tidak memiliki logo. Artinya identitas produk tersebut hanyalah sebuah nama “generik”.
Bagaimana persepsi masyarakat terhadap produk tersebut?
“… Produk murahan. Tidak berkualitas. Biasa-biasa saja bahkan dianggap produk yang diragukan kualitasnya….”
Ini adalah kenyataan yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, mendesain sebuah logo bukanlah pekerjaan remeh, bukan pekerjaan main-main.
Mendesain logo dibutuhkan pengetahuan dan keahlian.
Pertama, pengetahuan tentang desain.
Berarti seorang desainer grafis harus menguasai elemen desain yaitu bentuk, warna dan typography. Dan juga memiliki wawasan tentang makna dari sebuah simbol, bentuk dan warna.
Kedua, keahlian menggunakan software desain grafis seperti Macromedia Freehand atau Adobe Illustrator.
Logo harus memiliki daya tarik, unik dan berkarakter yaitu:
Eye Catching.
Warna, bentuk dan typografi logo tersebut enak dilihat dan mudah dibaca.
Unik.
Artinya berbeda dengan bentuk logo yang sudah ada. Unik bukan berarti bentuknya aneh dan neko-neko sehingga malah membuat logo tidak mudah dilihat dan dibaca. Contoh : Logo Unilever,unik dan menarik juga tetap mudah dilihat dan dibaca. Identitas “U” tetap jelas.
Berkarakter.
Sesuai dengan jenis produknya. Logo produk makanan tentu berbeda dengan logo produk terknologi. Contoh, logo “Nokia” memiliki karakter yang berbeda dengan logo “Indofood”. Logo majalah “Hai” berbeda dengan logo majalah “Ayahbunda”.
Terlepas dari teori diatas tentunya kekuatan sebuah logo tidak terlepas dari faktor strategi marketing dan promosi produk.
3 UNSUR PENTING DALAM KREATIFITAS
Kreatifitas dalam desain grafis adalah mutlak. Kreatifitaslah yang membuat karya desain grafis menjadi mahal. Karena di dalam kreatifitas tedapat ide, estetika dan komunikasi. Ke tiga unsur ini adalah sebagai kreatifitas yang utuh, lengkap dan sempurna di dalam konsep komunikasi desain grafis.
Ide tanpa eksekusi yang baik dan menarik (estetika) tidak ada gunanya, ide dan estetika yang bagus tanpa disertai komunikasi yang benar juga sia-sia. Ke tiga unsur ini malah menjadi sesuatu yang mutlak bila kita ingin karya desain kita maksimal secara fungsi yaitu menarik dan menjual.
Contohnya, bila kita membuat desain brosur, berarti brosur tersebut akan menarik bila dalam 5 detik awal orang tertarik ingin melihat lalu menyentuh dan membaca brosur tersebut. Desain brosur yang menjual berarti adalah tahapan selanjutnya setelah melihat/membaca, konsumen mengerti isi / pesan brosur lalu penasaran terhadap produk yang diinfokan/dipromosikan di dalam brosur. Pengertian menjual disini adalah bukanlah dalam bentuk transaksi, tapi ketertarikan konsumen untuk mengetahui lebih jauh tentang produk dan ingin mencobanya.
Peran “copywriting / naskah” dalam hal ini memang sangat penting. Mau desainnya bagus dan semenarik apapun, bila naskah tidak mendukung ya sama juga bohong.
Unsur menarik terdapat pada komunikasi visual/desain, unsur menjual terdapat pada desain + naskah.
Memang menjadi tantangan tersendiri bagi desainer grafis ketika naskah yang diberikan tidak memiliki nilai jual. Cara penulisan dan isi tidak mendukung pesan / komunikasi produk, tidak mendukung konsep “Tone and manner” desain. Wah, kalau sudah begini memang repot sih, akhirnya kalau memang ga bisa dikompromiskan, apa boleh buat akhirnya kita tetap bikin desain yang ok, bagus, tapi naskah tidak mendukung…
Bayangkan coba, desain brosur ditujukan untuk remaja, tapi naskahnya dengan gaya penulisan “bapak-bapak”, serius. Ya, biarpun desainnya bagus dan menarik buat remaja, tapi kalau mereka ga mau baca isinya gimana…piye tokh!?
FINAL ART WORK
inal Artwork (FA) adalah materi final design yang sudah approved (disetujui) oleh klien untuk dijadikan separasi film dan siap dicetak. FA ini dibuat oleh desainer grafis atau art director (khusus untuk agency minimalis) menggunakan Macromedia Freehand MX, Adobe Illustrator atau Photoshop sesuai kebiasaan masing-masing dan sesuai kebutuhan.
Ada beberapa hal yang harus di perhatikan agar hasil cetakan tetap bagus/tajam dan tidak terjadi hal-hal di luar dugaan pada proses pembuatan separasi film seperti "miss images atau fonts" (image atau fonts tidak ada dalam FA). Meskipun saat ini FA untuk media khususnya seperti koran atau majalah tidak lagi dalam bentuk separasi film tapi dalam bentuk softcopy (CD) namun hal-hal mendasar yang harus diperhatikan tetap sama.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan FA:
1. Image/ilustrasi
Image / ilustrasi harus dengan resolusi 300 dpi (dot per inch). Bila FA menggunakan adobe illustrator atau macromedia freehand sebaiknya file images di sertakan dalam cd yang dikirim ke media atau ke supplier separasi warna. Bisa juga images tidak disertakan dengan di “embed” namun resikonya size FA tersebut jadi besar apalagi bila images yang digunakan cukup banyak.
2. Format tiff atau jpeg
Bila FA menggunakan format tiff atau jpeg sebaiknya tetap 300 dpi. Dengan catatan, untuk cetakan dengan jenis kertas art paper harus dengan tiff = 300 dpi. Untuk jenis kertas koran atau hps masih fleksibel, bisa dengan format jpeg/tiff = 300 dpi/actual size atau tiff = 200 dpi/actual size (Tergantung ukuran lay out, bila untuk koran dengan ukuran satu halaman dengan format jpeg = 300 dpi/actual size atau tiff = 200 dpi/actual size masih aman/bagus)
3. Font
Sebaiknya font sudah di “convert” artinya font sudah berubah menjadi bentuk gambar sehingga pada saat dikirim ke media atau ke supplier separasi warna jenis font yang digunakan tidak “miss” atau tidak kehilangan.
4. Warna
Untuk FA cetak, warna harus mengikuti standar 4 warna (4 film/satu warna satu film) untuk percetakan yaitu C (cyan), M (Magenta), Y (Yellow), B (Black). Namun bila ada warna khusus bisa saja jumlah warna/film lebih dari 4.
5. Ukuran
Ukuran materi harus actual size (ukuran yang sebenarnya).
6. Bleed
Untuk materi Below the Line (BTL) seperti brosur, poster, buku, flagchain dan sebagainya umumnya menggunakan bleed dengan toleransi minimal 3 – 5 mm. Bleed ini berguna untuk meminimalisir agar pada saat pemotongan kertas semua bagian desain secara utuh tidak berkurang dan sesuai dengan ukuran yang sebenarnya. Contoh: bila ukuran desain adalah 300 mm X 210 mm, maka ditambah bleed minimal 5 mm, jadi ukuran FA termasuk bleed adalah 310 X 220 mm. Ukuran bidang desain tetap 300 X 210 mm. Untuk materi Above The Line (ATL) seperti majalah atau tabloid yang menggunakan ukuran penuh (100%) tanpa ada pemisah antara garis potong dengan halaman lay out maka tetap di butuhkan bleed.
7. Bila ukuran terlalu besar seperti billboard
Karena ukurannya terlalu besar tingkat toleransinya masih bisa minimal 25 – 50 % dengan resolusi 300 DPI atau ukuran actual size (100% ) dengan resolusi 100 – 150 dpi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar